4 PILAR KEBAHAGIAN SESEORANG MENURUT HADITS RASULULLAH
Dalam kehidupan ini siapa yang tak mau hidup bahagia, pasti tatkala di tanya
maukah anda hidup bahagia. Dengan spontan mereka menjawab “ mau”. Lantas apa
yang menjadi kan hidup kita ini bahagia, pendahulu kita sekaligus guru kita
panutan kita Rasulullah telah mengabarkan 4 konsep kehidupan yang bahagai, sebaimana
Rasulullah telah bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ:
اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ
الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ السُّوءُ،
وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu
wanita (istri) yang shalihah (kalau untuk wanita tentunya lelaki/suami yg
Sholeh), tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih, dan tunggangan
(kendaraan) yang nyaman.Dan empat perkara yang merupakan kesengsaraan yaitu
tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah) (kalau buat wanita yg
bikin sengsara adalah suami yg brengsek), kendaraan yang tidak nyaman, dan
tempat tinggal yang sempit.”
(HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan Asy-Syaikh
Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282).
Ada empat yang menjadi landasan hidup kita di dunia ini bahagia
diantaranya adalah
1 1. PENDAMPING
YANG SHOLEH ATAU SHOLEHAH
Kehidupan
rumah tangga akan terasa nyaman bila di dalam nya melaksanakan perintah Allah
dan Rasul-Nya. Keluarga muslim adalah benih dari masyarakat islam, menjadi
salah satu unsur dari unsur-unsur yang merangkainya. Di antara hal- hal yang membantu seorang suami dalam memberikan
pendidikan yang baik kepada anaknya adalah istri salehah. Adapun ciri-ciri
istri salehah adalah:
a. Muslimat:
wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala), tunduk kepada
perintah Allah ta'ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat:
wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala
c. Qanitat:
wanita-wanita yang taat
d.
Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu
kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa
nafsu mereka.
e.
'Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur'an adalah tauhid, kata Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma).
f. Shoimat:
wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, 18/126-127, Tafsir
Ibnu Katsir, 8/132)
g. Penuh
kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ
الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ
يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
"Maukah
aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga
yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada
suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan
tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: "Aku tak dapat tidur
sebelum engkau ridha." (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257.)
h. Melayani
suaminya (berkhidmat kepada suami)
seperti
menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
i. Menjaga
rahasia-rahasia suami,
lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan
intim antara dia dan suaminya. Asma' bintu Yazid radhiallahu 'anha menceritakan
dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu
kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya: "Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang
diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada
seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?"
Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab:
"Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri)
benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami)." Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً
فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
"Jangan
lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang
bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia
menontonnya." (HR. Ahmad 6/456,)
j. Selalu
berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya
memandang akan menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ،
إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا
حَفِظَتْهَ
"Maukah
aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu
istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan
mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya". (HR. Abu
Dawud no. 1417.)
k. Ketika
suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar)
ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan
ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta' (bernikmat-nikmat)
dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
"Tidak
halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang
bepergian) kecuali dengan izinnya". (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim
no. 1026)
l.
Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya
karena
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Diperlihatkan
neraka kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita
yang kufur." Ada yang bertanya kepada beliau: "Apakah mereka kufur
kepada Allah?" Beliau menjawab: "Mereka mengkufuri suami dan
mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang dari kalian
berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh, kemudian
dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia berkata:
"Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali." (HR.
Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ
تَسْتَغْنِي عَنْهُ
"Allah
tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya
padahal dia membutuhkannya." (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa.)
Semua
diatas tidak akan didapati bila kita sebagai suami tidak menjadi suami yang
sholeh sebaimana firman Allah :
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ
لِلطَّيِّبَاتِ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا
يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).
(surat An-nuur:26)
Adapun
ciri-ciri suami yang sholeh adalah:
1.
Memiliki hati yang lemah lembut.
Suami
soleh haruslah memiliki hati lembut dan perasan yang peka, dapat merasakan
perasan orang lain. Ia dapat merasakan derita orang lain dan berusaha
meringankan tanpa diminta. Ia ubati luka itu dengan kata-kata indah, senyuman
tulus serta hadiah-hadiah yang menyenangkan. Kadang-kadang seorang isteri
tertimpa musibah, ia seorang diri menanggung bebannya, hatinya luka, fikirannya
keruh dan ghairah pun padam.
Rasulullah
SAW. memberikan petunjuk agar suami selalu berusaha mengubati hati
isteri-isterinya apabila ia terluka.
Dari
Anas ra. berkata: “Shafiyyah mendengar bahawa Hafshah berkata Shafiyyah itu
anak Yahudi. Maka menagislah ia. Lantas Rasulullah SAW. menghampiri sedangkan
Shafiyyah masih dalam tangisannya.
Rasulullah
bersabda maksudnya : “Apa yang menyebabkan kamu menangis?”
Shafiyyah
menjawab: “Hafshah berkata kepadaku bahawa aku anak Yahudi.”
Bersabda
Rasulullah SAW. maksudnya : “Engkau adalah anak Nabi, bapa saudaramu Nabi dan
engkau menjadi isteri Nabi. Dengan apa dia membanggakan dirinya atas dirimu?”
Kemudian
Nabi bersabda maksudnya : “ Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah.” (Hadis
Riwayat Nasai dan Tirmidzi)
Oleh
itu pentingnya para suami mengambil teladan hikmah nabawiah yang agung ini
dalam mengubati hati isteri yang terluka.
2. Menjaga
rahsia rumah tangga.
Suami
yang soleh mengetahui tentang kewajipan menjaga rahsia terutamanya rahsia
rumahtangga. Islam melarang keras suami isteri menceritakan rahsia rumah tangga
mereka kepada orang lain.
Dari
Abu Sa’id Al Khudriy r.a. berkata, bersabda Rasulullah SAW maksudnya :
“Sesungguhnya seburuk-buruk kedudukkan manusia di hadapan Allah pada hari
kiamat adalah seorang suami yang membuka rahsia dirinya kepada isteri dan
isteri yang membuka rahsia dirinya kepada suami lantas salah seorang daripadanya
menceritakan kepada orang ketiga.” (Hadis Riwayat Abu Daud)
3.
Mentaati perintah Allah.
Suami
soleh dan isteri solehah hendaklah selalu bekerjasama dalam menegakkan ketaatan
kepada Allah SWT serta saling menasihati dalam mencari reda Allah.
Allah
SWT berfirman maksudnya : ” Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada
sesuatu kaum kerana mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat seksa-Nya.” (Surah al-Maaidah ayat 2)
Sesungguhnya
bekerjasama dalam ketaatan dan ibadah khususnya seperti solat, zikir, sedekah
dan lain-lainnya memiliki pahala yang agung dan kesan positif dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat. Rasulullah SAW memuji suami isteri yang saling tolong
menolong dalam taat kepada Rabbnya, rukuk dan sujud di tengah malam .
Dari
Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah SAW. bersabda maksudnya : “Semoga Allah
merahmati seorang lelaki yang bangun mengerjakan solat dan membangunkan
isterinya. Jika ia enggan, disiramkan air diwajahnya. Semoga Allah merahmati
seorang wanita yang bangun malam mengerjakan solat dan membangun suaminya,
apabila ia enggan disiramkan air di wajahnya.” (Hadis Riwayat Abu Daud, Ibnu
Majah dan Ibnu Hibban)
4.
Memuliakan keluarga isteri.
Suami
yang baik ialah suami yang memuliakan isteri dan memuliakan kedua mertuanya
serta kerabat dan sahabat-sahabatnya.
Dari
Anas ra. berkata, Rasulullah SAW. bersabda maksudnya : “Barangsiapa yang ingin
dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hubungkanlah silaturrahim.”
(Muttafaqun Alaihi)
Bagi
suami yang ingin membahagiakan isterinya hendaklah menjaga perangai ini.
Kunjungilah keluarga isteri, selalu bertanya khabar mereka dan membantu bila
mereka memerlukan. Bukankah seorang suami juga suka jika isterinya memuliakan
saudara-saudara dan sahabatnya? Suami perlu faham bahawa ibu dan bapa mertua
adalah sama seperti ibu dan bapanya sendiri.
5.
Memberi nasihat terhadap isteri.
Suami
yang soleh hendaklah mampu mendidik dan mengajar isterinya dengan ilmu-ilmu
yang bermanafaat seperti ilmu tentang halal dan haram, ilmu kekeluargaan, ilmu
fekah, akhlak , fiqhud dakwah dan ilmu kemasyarakatan.
Firman
Allah SWT maksudnya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (Surah At-Tahrim ayat 6)
Isteri
yang solehah memperhatikan dan mencintai ilmu. Usahakanlah untuk memberi
pengajaran kepadanya dan lapangkanlah jalan menuju kesana.
Rasulullah
SAW. melarang orang yang menghalang wanita ke masjid.
Dari
ibnu Umar r.a. sesungguhnya Nabi SAW. bersabda maksudnya : “ Apabila
isteri-isterimu meminta izin untuk ke masjid pada malam hari izinkanlah.”
(Muttafaqun Alaihi)
Daripada
hadis di atas jelas sekali bahawa wanita mempunyai hak untuk mempelajari ilmu
agama di luar rumah sekiranya suami tidak mampu mengajarnya sendiri.
6.
Memiliki rasa cemburu (tidak dayus).
Sifat
seorang lelaki soleh adalah memiliki rasa cemburu kepada isterinya kerana itu
mengisyaratkan cinta dan tinggi nilai isteri dihatinya. Islam memuji lelaki
yang memiliki rasa cemburu dan mencela yang tidak memilikinya kerana bererti
lemahnya emosi dan tanggungjawab. Namun, Islam juga menetapkan batas-batasnya
agar keharmonian rumah tangga tetap terpelihara.
Dari
Abu Huraurah r.a. berkata, Rasulullah SAW. maksudnya : “ Allah itu pencemburu
dan seorang mukmin juga pencemburu. Kecemburuan Allah adalah bila ada seorang
hamba datang kepadaNya dengan perbuatan yang diharamkan.” (Hadis Riwayat
Bukhari)
Seorang
yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap kehormatan isterinya dengan
membiarkan isterinya bersolek, membuka aurat, bercampur bebas dengan lelaki
bukan mahram merupakan seorang yang dayus dan layak untuk mendapat azab ysang
pedih di akhirat nanti.
Dari
Ibnu Umar ra. berkata, bersabda Rasulullah SAW. maksudnya :” Tiga golongan yang
yang tidak akan masuk syurga; orang yang derhaka kepada kedua orang tuanya,
orang yang dayus dan wanita yang menyerupai lelaki.” (Hadis Riwayat Nasai dan
hakim)
7.
Memiliki sifat sabar dan penyantun.
Seorang
suami harus memiliki sifat sabar dan penyantun. Ini kerana tiada sesuatu yang
begitu ideal dalam kehidupan berumahtangga. Sebuah keluarga biasanya akan
mengalami goncangan dan masalah. Jangan terburu-buru dalam melakukan sesuatu.
Dengan berbekal sifat sabar segala masalah dapat diselesaikan dengan baik.
Sifat santun dan pemaaf merupakan perangai yang dicintai Allah dan RasulNya.
Firman
Allah SWT maksudnya : “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” (Surah Ali-Imran ayat 134)
8.
Memiliki sifat pemaaf.
Suami
perlu memiliki jiwa pemaaf kerana Allah SWT telah menghendaki wanita bersifat
seperti dari tulang rusuk yang bengkok. Banyak masalah akan dapat diselesaikan
sekiranya suami bersifat pemaaf. Kadang-kadang suami keliru membenci sesuatu
yang ada pada isteri. Ternyata yang dibenci itu mengandungi kebaikan dan akan
diperlukan pada saat tertentu.
Firman
Allah SWT maksudnya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka kerana
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) kerana mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Surah an-Nisa’ ayat 19)
Kita
tidak harus mengharapkan wanita seperti malaikat, tanpa cacat. Wanita adalah
makhluk Allah yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Janganlah disebabkan
sedikit kekurangannya telah menenggelamkan kesemua kebaikannya. Contohilah
akhlak Rasulullah SAW terhadap isteri-isteri baginda.
Dari
Abu Hurairah ra., bersabda Rasulullah SAW. maksudnya : “Janganlah seorang
mukmin membenci seorang mukminah. Bila benci terhadap sebahagiannya ada
bahagian lain yang menyenangkan.”
RUMAH
TINGGAL YANG LUAS
Rumah luas dan indah bukan berarti bermewah-mewah akan tetapi memiliki
rumah bukan hanya masalah fisik (luas atau tidak luas), tapi nyaman atau tidak.
Memaknai hunian luas dalam hadits ini tidak hanya dari aspek fisik, tapi juga
upaya untuk mengamalkan nilai-nilai dalam ajaran Islam. Sebagai agama yang
sempurna, Islam memiliki konsep ideal dalam semua sisi kehidupan manusia,
termasuk tuntunan membangun arsitektur Islami. Oleh karena itu kita harus
memperhatikan berbagai kaedah sebagaimana berikut:
Pertama HINDARKAN DARI
KESYIRIKAN
hal pertama yang harus diperhatikan dalam membangun hunian Islami
adalah menjauhi syirik dalam proses perencanaan, pembuatan dan pemilihan barang
pengisi rumah. Kini tak jarang kita temui teman atau saudara kita memilih
sebuah lokasi dengan feng shui atau keyakinan bahwa dengan posisi
tertentu hunian akan mendatangkan keberuntungan. Juga sejumlah aktivitas tolak
bala yang tak ada tuntunannya dalam Islam. Termasuk pemilihan hiasan hunian
berupa patung yang sebetulnya dilarang Islam.
Kedua konsep ruang
Memaknai rumah luas bukan hanya besarnya tanah yang di huni tapi
harus dipikirkan ruang-ruanga yang harus ada minimal dalam rumah ada 4 ruangan
yaitu:
a.
1
ruangan untuk ayah dan bunda
b.
1
ruangan untuk anak laki-laki
c.
1
ruangan untuk anak perempuan
d.
1
ruangan untuk tamu
Inilah konsep dalam islam ruangan antara anak laki-laki dan
perempuan tidak bercampur baur mereka mempunyai prevasi sendiri –sendiri. Sebagai
orang tua harus membiasakan anak-anaknnya untuk mengucapkan salam sebelum
memasuki ruang kamar yang lain terutama dalam 3 waktu yaitu waktu isya, waktu
subuh dan waktu siang. Dan apabila luas tanah masih memungkinkan maka kita
tambah fasilitas musholla, perpustakaan dan taman
Ketiga tidak mendesain
toilet menghadap atau membelakangi kiblat.
Islam adalah agama wahyu, sekecil apapun kalau itu datang dari
wahyu dan dari hadis yang shohih harus dilaksanakan tanpa perlu bertanya
mengapa?. Salah satu larangan membuat posisi toilet menghadap atau membelakangi
kiblat berdasar hadis
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ الْمِصْرِيُّ أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ
بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ
بْنِ جَزْءٍ الزُّبَيْدِيَّ يَقُولُ أَنَا أَوَّلُ مَنْ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ وَأَنَا
أَوَّلُ مَنْ حَدَّثَ النَّاسَ بِذَلِكَ
janganlah salah seorang dari kalian kencing dgn menghadap ke arah
Kiblat. Dan akulah orang yg pertama kali menyampaikan hadits ini kepada
orang-orang. [HR. ibnumajah
Desainlah toilet menghadap ke utara atau selatan.
Keempat Desain kamar mandi sekaligus ruang ganti
pakaian.
Islam sangat menjaga kehormatan. Islam mengajak pemeluknya menutup
aurot. Oleh karena itu , sering kita dapati kamar mandi yang tidak dilengkapi
peralatan ganti baju membuat pemakainya atau anggota keluarga yang mandi keluar
dalam keadaan belum tertutup aurotnya secara sempurna, misalnya keluar kamar
mandi masih mengenakan handuk. Kalau kebetulan yang melihat masih anggota
keluarga tidak terlalu bermasalah, namun jika yang melihat tamu, tentu ini akan
menimbulkan fitnah.
Kelima Halangi pandangan orang luar melihat langsung ke dalam
rumah.
Islam memerintahkan pemeluknya menutup aurot oleh karena itu
desainlah rumah yang melindungi penghuninya dari terlihat aurotnya dari luar
rumah. Pintu dan Jendela sebaiknya tidak langsung menghadap ruangan di dalam
rumah karena kadang- kadang orang di dalam rumah tidak menutup aurotnya secara
sempurna.
3. TETANGGA YANG SHOLIH
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran tetangga dalam
kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan. Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى
وَالْجَارِ الْجُنُبِ
Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam juga bersabda,
مَا زَالَ يُوصِينِى جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Artinya: “Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan
(berbuat baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan
menjadi ahli waris tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014).
Agama Islam menaruh perhatian yang sangat besar kepada pemeluknya
dalam segala hal dan urusan. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi,
semua tidak luput dari ajarannya. Tak terkecuali dalam masalah adab. Berikut
ini diantara adab-adab seorang muslim kepada tetangganya yang patut kita
perhatikan.
Menghormati Tetangga dan Berperilaku Baik Terhadap Mereka
Diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (Muttafaq ‘alaih).
Berkata Al-Hafizh (yang artinya): “Syaikh Abu Muhammad bin Abi
Jamrah mengatakan, ‘Dan terlaksananya wasiat berbuat baik kepada tetangga
dengan menyampaikan beberapa bentuk perbuatan baik kepadanya sesuai dengan
kemampuan. Seperti hadiah, salam, wajah yang berseri-seri ketika bertemu,
memperhatikan keadaannya, membantunya dalam hal yang ia butuhkan dan selainnya,
serta menahan sesuatu yang bisa mengganggunya dengan berbagai macam cara, baik
secara hissiyyah (terlihat) atau maknawi (tidak terlihat).’” (Fathul Baari:
X/456).
Kata tetangga mencangkup tetangga yang muslim dan juga yang kafir,
ahli ibadah dan orang fasik, teman dan lawan, orang asing dan penduduk asli,
yang memberi manfaat dan yang memberi mudharat, kerabat dekat dan bukan kerabat
dekat, rumah yang paling dekat dan paling jauh. Demikian yang dikatakan oleh
Ibnu Hajar rahimahullahu dalam al-Fath (X/456).
Bangunan Rumah Kita Jangan Mengganggu Tetangga
Usahakan semaksimal mungkin untuk tidak menghalangi mereka
mendapatkan sinar matahari atau udara. Kita juga tidak boleh melampaui batas
tanah milik tetangga kita, baik dengan merusak ataupun mengubah, karena hal
tersebut dapat menyakiti perasaannya.
Dan termasuk hak-hak bertetangga adalah tidak menghalangi tetangga
untuk menancapkan kayu atau meletakkannya di atas dinding untuk membangun kamar
atau semisalnya. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasul kita shallallahu
‘alaihi wassallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
لاَ يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ
Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian melarang
tetangganya menancapkan kayu di dinding (tembok)nya” (HR.Bukhari (no.1609);
Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau; Ahmad
(no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335);
dan Malik (no.1462)).
Akan tetapi, diperbolehkannya menyandarkan kayu ke dinding tetangga
dengan beberapa syarat,
pertama, tidak merusak atau merobohkan dinding tembok;
kedua, dia sangat membutuhkan untuk meletakkan kayu itu di dinding
tetangganya;
ketiga, tidak ada cara lain yang memungkinkan untuk membangun
selain menyandarkan kepada tembok tetangga.
Apabila salah satu atau sebagian dari ketentuan di atas tidak
dipenuhi maka tetangga tidak boleh memanfaatkan bangunan dan menyandarkannya
kepada tembok tetangganya karena akan menimbulkan mudharat yang telah terlarang
secara syari’at, “Tidak boleh memberi bahaya dan membahayakan orang lain” (HR.
Ibnu Majah (no.2340); dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya (no.1910,1911)).
Memelihara Hak-hak Tetangga, Terutama Tetangga yang Paling Dekat
Diantara hak tetangga yang harus kita pelihara adalah menjaga harta
dan kehormatan mereka dari tangan orang jahat baik saat mereka tidak di rumah
maupun di rumah, memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, serta
memalingkan mata dari keluarga mereka yang wanita dan merahasiakan aib mereka.
Adapun tetangga paling dekat memiliki hak-hak yang tidak dimiliki
oleh tetangga jauh. Hal ini dikutip dari pertanyaan ibunda ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga,
manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi menjawab,
إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكَ باَباً
‘Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari
(no.6020); Ahmad (no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan hal
tersebut, diketahui bahwa hak tetangga yang paling dekat lebih didahulukan
daripada hak tetangga yang jauh. Diantara hikmahnya adalah tetangga dekatlah
yang melihat hadiah tersebut atau apa saja yang ada di dalam rumahnya, dan bisa
jadi menginginkannya. Lain halnya dengan tetangga jauh. Selain itu,
sesungguhnya tetangga yang dekat lebih cepat memberi pertolongan ketika terjadi
perkara-perkara penting, terlebih lagi pada waktu-waktu lalai. Demikian
penjelasan Al Hafizh dalam Fathul Baari (X/361).
Tidak Mengganggu Tetangga
Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka
dengan kotoran, atau menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak
dihalalkan mengganggu tetangganya dengan berbagai macam gangguan.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan adanya
larangan dan sikap tegas bagi seseorang yang mengganggu tetangganya. Rasulullah
shallallahu ‘alahi wassalam menggandengkan antara iman kepada Allah dan hari
Akhir, menunjukkan besarnya bahaya mengganggu tetangga. Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka
janganlah dia mengganggu tetangganya’”(HR. Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463);
dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau, Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi
(no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Dan dalam Hadits lainnya, Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,
وَاللَّه لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ
قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
Artinya: “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.
Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari
(no.6016)).
Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa shallallahu ‘alaihi
wassallam bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Artinya: “Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya” (HR. Muslim (no.46); Ahmad (no.8638); Al Bukhari (no.7818)).
Jangan Kikir untuk Memberikan Nasehat dan Saran kepada Mereka
Sudah seharusnya kita mengajak mereka agar berbuat yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasehat baik, tanpa maksud
menjatuhkan atau menjelek-jelekan mereka. Disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan dari Tamim bin Aus Ad Dari radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
shallallahu ‘alahi wassallam bersabda, “Agama itu nasehat.” Kami (para
shahabat) bertanya, “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya: “Untuk Allah, Kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum
muslimin dan seluruh kaum muslimin” (HR. Muslim (no.55); Ahmad (no.16493);
an-Nasa’I (no.4197); dan Abu Dawud (no.4944)).
Dan nasehat untuk seluruh kaum muslimin adalah termasuk tetangga
kita. Tujuannya untuk memberikan kebaikan kepada mereka, termasuk mengajarkan
dan memeperkenalkan kepada mereka perkara yang wajib, serta menunjukkan mereka
kepada al-haq (kebenaran). Hal ini dijelaskan dalam Kasyful Musykil mim Hadits
ash-Shahihain karya Ibnul Jauzi (IV/219).
Memberikan Makanan kepada Tetangga
Rasulullah shallallahu ‘alahi wassalam bersabda kepada Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ
جِيرَانَكَ
Artinya: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah)
maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim). Adapun tetangga
yang pintunya lebih dekat dari rumah kita agar lebih didahulukan untuk diberi.
Bergembira ketika Mereka Bergembira dan Berduka ketika Mereka
Berduka
Kita jenguk tetangga kita apabila ia sedang sakit, kita tanyakan
kehadirannya apabila ia tidak ada, bersikap baik apabila kita menjumpainya, dan
hendaknya sesekali kita undang mereka untuk datang ke rumah kita. Hal-hal
seperti itu mudah membuat hati mereka luluh dan akan menimbulkan rasa kasih
sayang kepada kita. Karena sebaik-baik manusia adalah yang akhlaknya paling
baik. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dan beliaulah
manusia yang memiliki akhlak paling terpuji, “Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari (no.6035); Ahmad (no.6468); dan at-Tirmidzi
(no.1975)).
Tidak Mencari-cari Kesalahan Tetangga
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan tetangga kita. Jangan
pula bahagia apabila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak memandang
kekeliruan dan kealpaan mereka.
Sabar Atas Perilaku Kurang Baik Mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda (yang artinya):
“Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan diantaranya:
“Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh
kematian atau keberangkatannya” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ketika kita berinteraksi dengan manusia, pasti ada suatu kekurangan
atau perlakuan yang kurang baik dari sebagian mereka kepada sebagian yang
lainnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka orang yang terzhalimi
disunnahkan menahan marah dan memaafkan orang yang menzhaliminya. Allah Ta’ala
berfirman,
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا
مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf” (QS.
Asy-Syuura: 37).
Dan juga Allah Ta’ala berfirman,
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
Artinya:“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS.
Ali ‘Imran:134).
Firman Allah “Dan orang-orang yang menahan amarahnya” yaitu apabila
mereka diganggu oleh orang lain sehingga mereka marah dan hati mereka penuh
dengan kekesalan yang mengharuskan mereka membalasnya dengan perkataan dan
perbuatan, akan tetapi mereka tidak mengamalkan konsekuensi tabi’at manusia
tersebut (tidak membalasnya). Bahkan mereka menahan amarah lalu bersabar dan
tidak membalas orang yang berbuat jahat kepadanya.
Al-Imam Abul Hasan As-Sindiy -rahimahullah- berkata, “Tetangga yang
sholih adalah tetangga yang mendorongnya kepada dzikir (mengingat Allah) dan
taqwa serta menyadarkannya dari kelalaian dan hawa nafsu. Sabdanya, “…yang
nyaman”, yang cocok (digunakan) di jalan Allah, tidak membuatnya terlambat dari
rekan-rekannya. Sabdanya, “…yang luas”, yaitu rumah yang di dalamnya hati akan
menjadi lapang dan tidak sempit. Karena, sempitnya dada akan menghalangi dari
berbagai macam kebaikan”. [Lihat Takhrij Al-Musnad (no. 15372)].
4. KENDARAN YANG NYAMAN
Kendaraan nyaman tidak berarti mewah, yang terpenting adalah
berfungsi dengan baik dan normal. Seorang muslim dituntut untuk menjadi
insan yang bermanfaat, mau tidak mau harus lebih banyak keluar rumah untuk
menyebarkan potensinya, bekerja dan berusaha, ataupun menyambung tali
silaturahim. Karenanya ia akan lebih sering bergerak di luar rumah, maka
ia akan membutuhkan kendaraan agar lancar mobilitasnya. Sebaliknya, kendaraan
yang sering rusak atau mogok tentulah menjadi permasalahan tersendiri yang
menganggu. Produktifitas kerja dan kemanfaatan menjadi turun atau terganggu
Kendaraan yang
nyaman adalah kendaraan yang cepat, tidak lamban, tak terlalu kencang dan kasar
larinya sehingga ditakutkan jatuh, kagetnya badan dan tidak mengganggu badan”.
[Lihat Faidh Al-Qodir (3/302) oleh Al-Munawiy, Al-Maktabah At-Tijariyyah
Al-Kubro, Mesir, 1356 H.
INILLAH
STANDAR KEBAHAGIAN DALAM DUNIA MENURUT ISLAM, JADI KEBAHAGIAN BUKAN LAH ORANG
YANG MEMPUNYAI BANYAK HARTA, MENDUDUKI JABATAN TERTINGGI ATAU LAIN SEBAGAINYA.
DI DALAM AGAMA KITA SUDAH MEMILIKI
STANDAR KEHIDUPAN YANG LAYAK SENDIRI TIDAK PERLU MEMAKAI RUMUSAN YANG
DITERAPKAN OLEH WHO ATAU APA NAMANYA.
DARI
SAHABAT ANDA ABU YASIR AS SALATIGAWI.
Komentar