MENCARI METODE PENDIDIKAN UNTUK SANG BUAH HATI




Di era digital atau sering disebut era cyber ini banyak kalangan mencoba dan mencari metode yang pas untuk anak didiknya. Tidak dapat di pungkiri di era yang serba mudah dan serba instan ini pendidikan bukan malah membaik tapi sebaliknya. Akhlah pun semaking terkikis bahkan terbaikan. Seorang anak yang membentak kepada orang tuanya sudah menjadi hal yang biasa, seorang anak membantah perintah orang tua sudah menjadi makanan sehari-hari. Seorang murid memperalukan gurunya bahkan menganiyayanya sudah terjadi dimana-mana.

Akhlak ya akhlak di era ini sudah tidak ada nilainya, semua pakar mencari jalan keluarnya apa yang sebenarnya terjadi. Kurikulum dirubah rubah dari yang ke satu ke yang lainnya. Jam mata pelajaran di tambah, kegiatan sekolah di padatkan tetap saja belum menuai hasil yang memuaskan. Siapa yang salah sebenarnya.....

Bila kita tarik kebelakang sebenarnya yang salah adalah kita sebagai orang tua, ya kita sebagai bapak, kita sebagai ibu tidak memberikan pendidikan yang sebenarnya kepada anak-anak kita. Kita sebagai orang tua sibuk mencari duit, sibuk dengan pekerjaan kita di kantor, sibuk dengan kolegan kita di tempat pekerjaan kita. Waktu yang ada hanya habis untuk mengurusi pekerjaan kita, sedangkan anak – anaknya terbekalai tanpa ada sentuhan sedikit pun dari orang tuanya. Bagaimana mau mendapatkan sentuhan dari orang tuanya, mereka tidak punya waktu untuk melihat orang tuanya tatkala malam mereka menanti kedatangan orang tuanya pun tak kunjung datang sang anak sudah lelap di ranjang kasurnya dengan di temani oleh bantal kesayangan. Ya mereka sudah tertidur lelap karena leleh menanti kedatangan kita sebagai orang tuanya. Sekalipun berjumpa tiadak ada sua dan suara yang menhadirinya, bapak dan ibu sudah tiadak mau lagi diganggu sama anak-anaknya mereka sudah lelah, mereka sudah letih, mereka sudah capaik, mereka sudah pusing, mereka sudah pengat dan segudang permasalahan di kantor, al hasil anak-anaknya di suruh main sendiri dan bila mengantuk tidur sendiri. Tatkala mereka membuka ke dua matanya anak-anaknya pun sudah tidak mendapati bapak dan ibunya dirumah. Ya mereka sudah berangkat bekerja pagi-pagi sekali bahkan sebelum ayam berkokok pun mereka sudah berangkat karena takut terkena macet di jalan yang mengakibatkan terlambat masuk kantor dan konsekuensinya di potong gaji bulanannya.

Sementara anak-anak semakin tumbuh dewasa, tetapi kedewasaannya tidak diimbangi bekal yang cukup. Maka pada akhirnya mereka mencari sendiri untuk menemukan keadaan yang membuat dia nyaman. Entah berkumpul dengan orang yang suka main game online, entah berkumpul dengan orang yang hisab rokok  bahkan narkoba, entah berkumpul selanyaknya pasangan suami istri, entah berkumpul dengan genk motor dan lain sebagainya. Pada intinya mereka tak dapat terkendalikan lagi. Mulai lah orang tua kebingunggan terhadap prilaku anaknya. Dan kerjaannya pun mulai tidak fokus karena memikirkan akhlah anaknya, di cari dan di cari tempat yang cocok dan dapat merubah akhlah anaknya. Ketemulah tempat yang di bilang menjadi tempat alternatif bagi ke dua orang tuanya yaitu pesantren. Yang tempat inilah sekarang menjadi tempat alternatif bukan menjadi tempat paling utama. Karena apa tatkala mereka sudah kepayahan mendidik anak-anaknya maka mereka menempatkan mereka di sebuah tempat yang bernama pesantre. Di tempat itulah orang tua tinggal membayar apa yang menjadi kebutuhan mereka dan memenuhi kewajibannya di pesantren. Mereka lupa pada hakikatnya pendidikan itu ada di tangan mereka.

Ada permasalahan lain selain problem diatas, kalau kita lihat permasalahan diatas adalah karena kurangnya kasih sayang orang tua kepada anaknya, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Kalau yang satu ini justru perhatian orang tua kepada anaknya berlebihan. Maka yang terjadi antara umur dan kedewasaan tidak berjalan seimbang. Dengan kata lain anak tersebut manja, walau usianya sudah sma tetapi kedewasaannya belum tumbuh masih tergantungan dengan kedua orang tuanya. Tidak bisa menyelesaikan permasalahan sendiri walau kecil. Kondisi ini juga tidak benar karena mereka selalu menggantungkan dengan orang tuanya baik masalah makan, mandi, teman, kondisi di lingkungan dan lain sebagainya.

Terus bagaimana yang baik.............
Tatkala orang tuanya lepas begitu saja kepada anaknya itu juga kesalahan
Tatkala orang tuanya terlalu megegammya kepada anak itu juga kesalahan.
Bila kita melihat ulama-ulama terdahulu maka kita dapat mengetahui jawabannya, metode, cara apa yang harus di lakukan orang tua kepada anaknya. Dalam artikel iini kita akan membahas satu metode yang di ungkapkan oleh pendahulu kita sebut saja Sahabat Ali bin Abi Tholib semoga Allah meridhoinya telah mengelurkan metode pendidikan. Sebagaimana  perkataanyaa adalah “ DIDIDKLAH ANAKMU SESUAI DENGAN ZAMANNYA KARENA MEREKA TIDAK HIDUP DI ZAMANMU, DIDIKLAH ANAK SEYOGYANYA SEORANG RAJA, DAN DIDIK LAH ANAK MU SEBAGAIMANA SEORANG TAWANAN PERANG DAN DIDIKLAH ANAKMU SELANYAKNYA SAHABATMU”. Inilah metode yang diungkapkan oleh sahabat Nabi. Bila kita perhatikan pendidikan itu berjenjang.

Bila kita perhatikan perkataan beliau, “ didiklah anakmu sesuai zamannya....” bukan berarti ini perintah mendidik anak pada eranya, bila eranya saat ini era di gital maka sang anak dijejal segala lini kehidupannya dengan digital, bukan itu maksudnya. Tapi didiklah anak anda sesuai dengan usianya. Saat usia bayi maka tidak bisa kita didik sebagaimana seorang pemuda dan begitu pun sebalikknya seorang pemuda tidak bisa kita didik selayaknya anak kecil. Dalam masalah ini sahabat ali telah menbagi pendidikan anak menjadi tiga fase yaitu diantaranya :

1.      Didiklah anakmu seyogyanya seorang raja, fase ini adalah usia 0-7 tahun. Pada usia-usia tersebut kasih sayang orang tua kepada anaknya harus dicurahkan semaksimal mungkin selayaknya seorang pelayan kepada rajanya. Di usia-usia ini apa yang harus kita lakukan. Yaitu semisal memberikan asi selama 2 tahun, selain itu memberikan atau mengajari kalimat-kalimat toyibah, mengajari bahasa yang baik dan benar ini penting karena saat mereka memilik bahasa yang baik dan benar akan mentranfer keprilakunya, selain  itu apa yang harus kita lakukan yaitu memberikan keteladanan kepada sang anak terutama kejujuran dan amar ma’ruf, selain itu memberikan pelajaran tauhid dan perngenalan ibadah pada usia 7 tahun.

2.      Didiklah anak mu selayaknya tawanan perang, fase ini adalah usia 8-14 tahun. Pada usia ini anak diberikan atau sudah ditegakkan sangsi dan penghargaan. Pada usia ini ketegasan dan kewibaan orang tua sangat diperlukan. Karena bila orang tua lemah pada usia ini maka dampak selanjutnya akan fatal. Dan pada fase ini orang tua pada  melupakan. Kita tidak memungkiri bila ada anak manja padahal usianya dewasa. Karena fase ini mereka lewati, kebanyakan orang tua hanya melakukan fase 1 dan 3. Dan melupakan fase yang kedua ini. Apa saja yang harus kita lakukan pada fase ini selain memberikan sanksi dan penghargaan adalah memberikan amanah kepada mereka dan melatih menjaga rahasia, selain itu orang tua melakukan komunikasi yang intensif dan meminta pendapat kepada anak-anak kita bila terjadi permasalahna di keluarga. Dan sering-sering mengajak mereka berkeliling untuk melihat kondisi dan lingkungan sekitar. Selain itu mengajari arti penting kerjasama.

3.      Didiklah anakmu sebagaiman seorang sahabatmu, fase ini pada usia 15-21 tahun. Pada fase ini yang kita berikan adalah tanggung jawab, sudah dilatih untuk magang kerja dan terlibat dalam memecahkan suatu permasalahan umat. Pada intinya pada usia ini kita bekali skill untuk menghadapi tantangan kehidupan.

Sekian dari sekelimut ilmu yang dapat saya berikan mudah-mudahan kita sebagai orang tua dapat menjalakan amanah yang diberikan kepda kita. Dan kita dapat mendidik mereka sesuai dengan fase-fasenya. Sekali lagi mudah-mudah artikel ini dapat memberikan sedikit wawasan tentang metode mendidik anak.

Dari sahabat anda ABU YASSIR, S.UD

Komentar

Postingan Populer